MAKALAH IDENTITAS NASIONAL
Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah ” PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN”
Dosen Pengampu :
ILHAM THOHARI, M,Pd.
Disusun Oleh:
NUR ARQOM EKA FATRIA : 9322 108 10
Program Studi Tadris Bahasa Inggris Jurusan Tarbiyah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bagi bangsa Indonesia dimensi dinamis identitas nasional Indonesia belum
menunjukkan perkembangan ke arah sifat kreatif serta dinamis. Setelah bangsa Indonesia
mengalami kemerdekaan 17 Agustus 1945, berbagai perkembangan ke arah kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan mengalami kemerosotan dari segi identitas nasional.
Pada masa mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dihadapkan pada kemelut
kenegaraan, sehingga tidak membawa kemajuan bangsa dan Negara. Kajian
menyeluruh tentang identitas nasional akan dibahas di dalam makalah ini pada
bab pembahasan.
B. TUJUAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
tentang identitas nasional bangsa Indonesia dan diharapkan bermanfaat bagi kita
semua khususnya bagi pembaca makalah ini.
C. METODE PENULISAN
Penulis
mempergunakan metode kepustakaan. Cara-cara yang digunakan yaitu studi pustaka
dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IDENTITAS
NASIONAL
Eksistensi suatu
bangsa pada era globalisasi sekarang ini mendapat tantangan yang sangat kuat,
terutama karena pengaruh kekuasaan internasional. Menurut Berger dalam The
Capitalis Revolution, era globalisasi sekarang ini ideology kapitalislah
yang akan menguasai dunia. Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu per satu
dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar
bangsa-bangsa di dunia, dan secara tidak langsung juga nasib, sosial, politik
dan kebudayaan. Perubahan global ini menurut Fukuyama membawa perubahan suatu
ideologi, yaitu dari ideologi partikular ke arah ideologi universal dan dalam
kondisi seperti ini kapitalismelah yang akan menguasainya.
Dalam kondisi seperti
ini, Negara nasional akan dikuasai oleh Negara transnasional, yang lazimnya
didasari oleh Negara-negara dengan prinsip kapitalisme (Rosenau).
Konsekuensinya Negara-negara kebangsaan lambat laun akan semakin terdesak.
Namun demikian dalam menghadapi proses perubahan tersebut sangat tergantung
kepada kemampuan bangsa itu sendiri. Menurut Toyenbee, ciri khas suatu bangsa
yang merupakan local genius dalam menghadapi pengaruh budaya
asing akan menghadapi challance dan response. Jikalau challance cukup
besar, sementara response kecil, maka bangsa tersebut akan
punah dan hal ini sebagaimana terjadi pada bangsa Aborigin di Australiadan
bangsa Indian di Amerika. Namun demikian, jikalau challance kecil,
sementara response besar, maka bangsa tersebut tidak akan
berkembang menjadi bangsa yang kreatif. Oleh karena itu, agar bangsa Indonesia
tetap eksis dalam menghadapi globalisasi, maka harus tetap meletakkan jati diri
dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai
dasar pengembangan kreativitas budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi di
berbagai Negara di dunia, justru dalam era globalisasi dengan penuh tantangan
yang cenderung menghancurkan nasionalisme, muncullah kebangkitan kembali
kesadaran nasional.
Istilah “Identitas
Nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa
yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.
Berdasarkan pengertian yang demikian ini, maka setiap bangsa di dunia ini akan
memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri
serta karakter dari bangsa tersebut. Demikian pula, hal ini juga sangat
ditentukan oleh proses bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara historis.
Berdasarkan hakikat pengertian “Identitas Nasional” sebagaimana dijelaskan di
atas, maka identitas nasional suatu bangsa atau lebih populer disebut sebagai
kepribadian suatu bangsa.
Pengertian kepribadian
sebagai suatu identitas, sebenarnya pertama kali muncul dari para pakar
psikologi. Manusia sebagai individu sulit dipahami manakala ia terlepas dari
manusia lainnya. Oleh karena itu, manusia dalam melakukan interaksi dengan
individu lainnya senantiasa memiliki suatu sifat kebiasaan, tingkah laku
sertakarakter yang khas yang membedakan manusia tersebut dengan manusia
lainnya. Namun demikian, pada umumnya pengertian atau istilah kepribadian
sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau totalitas dari faktor-faktor
biologis,psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu.
Tingkah laku tersebut terdiri atas kebiasaan, sikap, sifat-sifat serta karakter
yang berada pada seseorang sehingga seseorang tersebut berbeda dengan orang
yang lainnya. Oleh karena itu, kepribadian adalah tercermin pada keseluruhan tingkah
laku seseorang dalam hubungan dengan manusia lain.
Jikalau kepribadian
sebagai suatu identitas dari suatu bangsa, maka persoalannya adalah bagaimana
pengertian suatu bangsa itu. Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar
manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam proses sejarahnya, sehingga
mempunyai persamaan watak atau karakter yang kuat untuk bersatu dan hidup
bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu “kesatuan
nasional”. Para tokoh besar ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang hakikat
kepribadian bangsa tersebut adalah dari beberapa disiplin ilmu, antara lain
antropologi, psikologi dan sosiologi. Tokoh-tokoh tersebut antara lain
Margareth Mead, Ruth Benedict, Ralph Linton, Abraham Kardiner, David Riesman.
Menurut Mead dalam “Anthropology to Day” misalnya, bahwa studi tentang “National
Character” mencoba untuk menyusun suatu kerangka pikiran yang merupakan
suatu konstruksi tentang bagaimana sifat-sifat yang dibawa oleh kelahiran dan
unsur-unsur ideotyncrotie pada tiap-tiap manusia dan patroon umum serta patron
individu dari proses pendewasaannya diintegrasikan dalam tradisi sosial yang
didukung oleh bangsa itu sedemikian rupa, sehingga nampak sifat-sifat
kebudayaan yang sama, yang menonjol yang menjadi ciri khas suatu bangsa tersebut.
Demikian pula tokoh
antropologi Ralph Linton bersama dengan pakar psikologi Abraham Kardiner,
mengadakan suatu proyek penelitian tentang watak umum suatu bangsa dan sebagai
objek penelitiannya adalah bangsa Maequesesas dan Tanala, yang kemudian hasil
penelitiannya ditulis dalam suatu buku yang berjudul “The Individual and His
Society”. Dari hasil penelitian tersebut dirumuskan bahwa sebuah konsepsi
tentang basic personality structure. Dengan konsepsi itu
dimaksudkan bahwa semua unsur watak sama dimiliki oleh warga masyarakat
tersebut, karena mereka hidup di bawah pengaruh suatu lingkungan kebudayaan
selama masa tumbuh dan berkembangnya bangsa tersebut.
Linton juga
mengemukakan pengertian tentang status personality, yaitu watak
individu yang ditentukan oleh statusnya yang didapatkan dari kelahiran maupun
dari segala daya upayanya. Status personality seseorang
mengalami perubahan dalam suatu saat, jika seseorang tersebut bertindak dalam
kedudukannya yang berbeda-beda, misalnya sebagai ayah, pegawai, anak laki-laki,
pedagang, dan lain sebagainya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dalam halbasic
personality structure dari suatu masyarakat, seorang peneliti harus
memperhatikan unsur-unsur status personality yang kemungkinan
mempengaruhinya.
Berdasarkan uraian di
atas, maka pengertian kepribadian sebagai suatu identitas nasional suatu
bangsa, adalah keseluruhan atau totalitas dari kepribadian individu-individu
sebagai unsur yang membentuk bangsa tersebut. Oleh karena itu, pengertian
identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan pengertian “Peoples
Character”, “National Character”, atau “National Identity”.
Dalam hubungannya dengan identitas nasional Indonesia, kepribadian bangsa
Indonesia kiranya sangat sulit jikalau hanya dideskripsikan berdasarkan ciri
khas fisik. Hal ini mengingat bangsa Indonesia itu terdiri atas berbagai macam
unsur etnis, ras, suku, kebudayaan, agama, serta karakter yang sejak asalnya
memang memiliki suatu perbedaan. Oleh karena itu, kepribadian bangsa Indonesia sebagai
suatu identitas nasional secara historis berkembang dan menemukan jati dirinya
setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Namun demikian, identitas
nasional suatu bangsa tidak cukup hanya dipahami secara statis mengingat bangsa
adalah merupakan kumpulan dari manusia-manusia yang senantiasa berinteraksi
dengan bangsa lain di dunia dengan segala hasil budayanya. Oleh karena itu,
identitas nasional suatu bangsa termasuk identitas nasional Indonesia juga
harus dipahami dalam konteks dinamis. Menurut Robert de Ventos sebagaimana
dikutip oleh Manuel Castells dalam bukunya, The Power of Identity,
mengemukakan bahwa selain faktor etnisitas, teritorial, bahasa, agama, serta
budaya, juga faktor dinamika suatu bangsa tersebut dalam proses pembangunan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, identitas nasional bangsa
Indonesia juga harus dipahami dalam arti dinamis, yaitu bagaimana bangsa itu
melakukan akselerasi dalam pembangunan, termasuk proses interaksinya secara
global dengan bangsa-bangsa lain di dunia internasional.
B. SEJARAH BUDAYA BANGSA
SEBAGAI AKAR IDENTITAS NASIONAL
Bangsa Indonesia
terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang. Berdasarkan
kenyataan objektif tersebut, maka untuk memahami jati diri bangsa Indonesia
serta identitas nasional Indonesia maka tidak dapat dilepaskan dengan akar-akar
budaya yang mendasari identitas nasional Indonesia. Kepribadian, jati diri,
serta identitas nasional Indonesia yang terumuskan dalam filsafat Pancasila
harus dilacak dan dipahami melalui sejarah terbentuknya bangsa Indonesia sejak
zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit serta kerajaan lainnya sebelum
penjajahan bangsa asing di Indonesia.
Nilai-nilai esensial
yang terkandung dalam Pancasila yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan serta Keadilan, dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki
oleh bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum mendirikan Negara. Proses
terbentuknya bangsa dan Negara Indonesia melalui suatu proses sejarah yang
cukup panjang yaitu sejak zaman kerajaan-kerajaan pada abad ke IV, ke V,
kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak pada abad ke VII,
yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra di
Palembang, kemudian kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta
kerajaan-kerajaan lainnya. Proses terbentuknya nasionalisme yang berakar pada
budaya ini menurut Yamin diistilahkan sebagai fase terbentuknya nasionalisme
lama, dan oleh karena itu secara objektif sebagai dasar identitas nasionalisme
Indonesia.
Dasar-dasar
pembentukan nasionalisme modern menurut Yamin dirintis oleh para pejuang
kemerdekaan bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan oleh para tokoh pejuang
kebangkitan nasional pada tahun 1908, kemudian dicetuskan pada Sumpah Pemuda
pada tahun 1928. Akhirnya, titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia
untuk menemukan identitas nasionalnya sendiri, membentuk suatu bangsa dan
Negara Indonesia tercapai pada tanggal 17 Agustus 1945 yang kemudian
diproklamasikan sebagai suatu kemerdekaan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu,
akar-akar nasionalisme Indonesia yang berkembang dalam perspektif sejarah
sekaligus juga merupakan unsur-unsur identitas nasional, yaitu nilai-nilai yang
tumbuh dan berkembang dalam sejarah terbentunya bangsa Indonesia.
C. FAKTOR-FAKTOR
PENDUKUNG KELAHIRAN IDENTITAS NASIONAL
Kelahiran identitas
nasional suatu bangsa memiliki sifat, ciri khas serta keunikan sendiri-sendiri,
yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas
nasional tersebut. Adapun faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas
nasional bangsa Indonesia, meliputi:
1. Faktor objektif, yang
meliputi faktor geografis, ekologis dan demografis,
2. Faktor subjektif,
yaitu faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa
Indonesia.
Robert de Ventos
mengemukakan teori tentang munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai
hasil interaksi historis antara empat faktor penting, yaitu:
1. Faktor Primer,
mencakup etnisitas, teritorial, bahasa, agama dan yang sejenisnya. Bagi bangsa
Indonesia yang tersusun atas berbagai macam etnis, bahasa, agama wilayah, serta
bahasa daerah, merupakan suatu kesatuan meskipun berbeda-beda dengan kekhasan
masing-masing. Unsur-unsur yang beraneka ragam yang masing-masing memiliki ciri
khasnya sendiri-sendiri menyatukan diri dalam suatu persekutuan hidup bersama,
yaitu bangsa Indonesia. Kesatuan tersebut tidak menghilangkan
keberanekaragaman, dan hal inilah yang dikenal dengan Bhinneka Tunggal Ika.
2. Faktor Pendorong,
meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata
modern dan pembangunan lainnya dalam kehidupan Negara. Dalam hubungan ini bagi
suatu bangsa, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan
negaradan bangsanya juga merupakan suatu identitas nasional yang bersifat
dinamis. Oleh karena itu, bagi bangsa Indonesia proses pembentukan identitas
nasional yang dinamis ini sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan dan prestasi
bangsa Indonesia dalam membangun bangsa dan Negaranya. Dalam hubungan ini
sangat diperlukan persatuan dan kesatuan bangsa, serta langkah yang sama dalam
memajukan bangsa dan Negara Indonesia.
3. Faktor Penarik,
mencakup kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnnya birokrasi dan
pemantapan sistem pendidikan nasional. Bagi bangsa Indonesia unsur bahasa telah
merupakan bahasa persatuan dan kesatuan nasional, sehingga bahasa Indonesia
telah merupakan bahasa resmi Negara dan bangsa Indonesia. Bahasa Melayu telah
dipilih sebagai bahasa antar etnis yang ada di Indonesia, meskipun
masing-masing etnis atau daerah di Indonesia telah memiliki bahasa daerah
masing-masing.
4. Faktor Reaktif,
meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian identitas alternatif melalui
memori kolektif rakyat. Penderitaan dan kesengsaraan hidup serta semangat
bersama dalam memperjuangkan kemerdekaan merupakan faktor yang sangat strategis
dalam membentuk memori kolektif rakyat. Semangat perjuangan, pengorbanan,
menegakkan kebenaran dapat merupakan identitas untuk memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa dan Negara Indonesia.
D. PANCASILA SEBAGAI
KEPRIBADIAN DAN IDENTITAS NASIONAL
Bangsa Indonesia
sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memiliki sejarah serta
prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkala
bangsa Indonesia berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakkanlah
prinsip-prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam hidup berbangsa dan
bernegara. Para pensiri Negara menyadari akan pentingnya dasar filsafat ini,
kemudian melakukan suatu penyelidikan yang dilakukan oleh badan yang akan
meletakkan dasar filsafat bangsa dan Negara yaitu BPUPKI. Prinsip-prinsip dasar
itu ditemukan olehpara pendiri bangsatersebut yang diangkat dari filsafat hidup
atau pandangan umumbangsa Indonesia yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu
prinsip dasar filsafat Negara yaitu Pancasila. Jadi, dasar filsafat suatu
bangsa dan Negara berakar pada pandangan hidup yang bersumber kepada
kepribadiannya sendiri. Menurut Titus, hal ini merupakan salah satu fungsi
filsafat adalah kedudukannya sebagai suatu pandangan hidup masyarakat.
Dapat pula dikatakan
bahwa Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan Negara Indonesia pada
hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan keagamaan yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa. Jadi, filsafat Pancasila itu bukan
muncul secara tiba-tiba dan dipaksakan oleh suatu rezim atau penguasa,
melainkan melalui suatu fase historis yang cukup panjang. Pancasila sebelum dirumuskan
secara formal yuridis dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai dasar filsafat Negara
Indonesia, nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia, dalam kehidupan
sehari-hari sebagai suatu pandangan hidup, sehingga materi Pancasila yang
berupa nilai-nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri.
Dalam pengertian seperti ini, menurut Notonegoro, bangsa Indonesia adalah
sebagai kausa materialis Pancasila. Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan
dirumuskan secara formal oleh para pendiri Negara untuk dijadikan sebagai dasar
Negara Republik Indonesia. Proses perumusan materi Pancasila secara formal
tersebut dilakukan dalam sidang-sidang BPUPKI pertama, sidang “Panitia 9”,
sidang BPUPKI kedua, serta akhirnya disahkan secara formal yuridis sebagai
dasar filsafat Negara Republik Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pencarian identitas
nasional bangsa Indonesia pada dasarnya melekat erat dengan perjuangan bangsa
Indonesia untuk membangun bangsa dan Negara dengan konsep nama Indonesia.
Bangsa dan Negara Indonesia ini dibangun dari unsur-unsur masyarakat lama dan
dibangun menjadi suatu kesatuan bangsa dan Negara dengan prinsip nasionalisme
modern. Oleh karena itu, pembentukan identitas nasional Indonesiamelekat erat
dengan unsur-unsur lainnya, seperti sosial, ekonomi, budaya, etnis, agama serta
geografis, yang saling berkaitan dan terbentuk melalui suatu proses yang cukup
panjang.
B. SARAN
Demikianlah makalah ini kami susun, semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca. Dalam penulisan ini kami sadari masih banyak kekurangan, saran dan
kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah kami
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Zubaidi,M.Si,Achmad.2007.Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.Yogjakarta:Paradigma
Sumber: http://bacindul.blogspot.com/2012/09/makalah-identitas-nasional
pendidikan.html#ixzz2O0Avu7RW
0 komentar:
Posting Komentar