Selasa, 14
Oktober 2014
Penulis : Nur Arqom Eka
Fatria
Politik kampus layaknya miniatur
politik negara menunjukkkan eksistensi mahasiswa sebagai calon cendekiawan,
pahlawan, dan negarawan.
Sekilas ada pemandangan yang
tampak berbeda dari biasanya ketika memasuki lingkungan kampus STAIN KEDIRI.
Kondisi lingkungan STAIN KEDIRI dihari-hari biasa yang sepi dari
hiruk-pikuk mahasiswa berseliweran meneriakkan yel-yel atau visi misi disebuah acara bertemakan ”Pemilu Raya”. Ya itulah pemandangan yang kini sedang menjadi topik hangat mengenai
maraknya Pemilu di STAIN KEDIRI yang memilih Ketua DEMA dan Jurusan-Prodi-. Dinding-dinding dihias dengan sejumlah Pamflet-pamflet disana sini yang terpampang foto calon ketua dan wakil ketua DEMA dan Jurusan-Prodi disertai ”obral” visi misi dan
janji-janji para kandidat. Spanduk pun tak mau kalah ramainya mewarnai gairah
gelaran pesta pemilu raya ala politik kampus.
Politik kampus dalam
penyelenggaraan Pemilu Raya para kandidat berlomba-lomba bersaing memperebutkan kursi jabatan
sebagai ketua DEMA layaknya miniatur politik negara yang memilih presiden dan wapres. Namun,
tentu ada perbedaan yang mendasar antara politik kampus dengan politik negara.
Perbedaannya terletak pada tataran praktis kepentingan politik dalam persaingan
memperebutkan sebuah jabatan. Dalam politik negara, praktik money politic kerap
kali mewarnai persaingan memperebutkan kursi kekuasaan. Bahkan suap menyuap pun
dilakoninya demi kepuasan individualis. Sedangkan dalam politik kampus, praktik tersebut jarang sekali
ditemui. Jangankan untuk menyuap orang lain, untuk makan sehari-hari saja di
kantin rasanya masih sulit dan bahkan terkadang masih berhutang dengan teman.
Maklum mahasiswa!. Mahasiswa memang bukanlah orang yang mempunyai kekayaan
melimpah.
Pemilu raya ala politik kampus
yang memilih ketua DEMA dan Jurusan-Prodi, tampak begitu semarak yang
diselenggarakan oleh KPR badan legislatif mahasiswa.
Pemandangan tampak berbeda ketika memasuki lingkungan Kampus yang ada di STAIN KEDIRI ini tergambar bagaimana ramainya para panitia
penyelenggara KPR serta nampak beberapa pemandangan bendera dari
masing-masing Partai.
Kerapkali para kader-kader Partai (PDM dan PAKEM) menyuruh teman-temannya untuk segera merapat dalam suasana Kampanye terbuka. Padahal calon-calon para
kandidatnya pun belum banyak diketahui oleh semua mahasiswa keseluruhan
terutama mahasiswa Baru. Bagaimana mahasiswa mau memilih toh mereka tidak tahu siapa saja
calon-calonnya. Bagaimana mereka mau memilih kalau mereka saja tidak mengenal dekat mengenai kemampuan
para kandidat. Mungkin bagi mereka yang tidak berkecimpung di dunia organisasi
mungkin hanya mengetahui para kandidat melalui spanduk-spanduk dan pamflet-pamflet yang terpampang lebar
dijalan–jalan dan Banner yang ada didalam Kampus. Lain halnya dengan
mahasiswa-mahasiswa yang berkecimpung di dunia organisasi, mereka inilah yang
kemudian banyak menjadi golongan pemilih. Karena mereka mungkin lebih
banyak tahu mengenai para kandidat ini.
Inilah yang menjadi sebuah
permasalahan kita semua sebagai mahasiswa STAIN KEDIRI khususnya para birokrat
organisasi pemerintahan mahasiswa maupun organisasi legislatif mahasiswa. Perlu
adanya resolusi permasalahan yang harus diselesaikan bersama mencari perbaikan
ke arah yang lebih baik. Agar pemilu raya mendatang lebih hidup lagi dengan
calon-calon pemimpin yang agamis dan berintelektual tinggi serta dikenal semua
mahasiswa. Karena bagaimana pun juga seorang pemimpin adalah memimpin yang
membawa aspirasi teman-teman mahasiswanya serta memperjuangkan suara-suara
mahasiswa.
Kita butuh pemimpin yang
profesional dalam bekerja, berdedikasi tinggi demi kepentingan sesama serta
menampung aspirasi-aspirasi mahasiswa. Membongkar birokrasi kampus yang
tertutup dan menuntut tegaknya keadilan serta transparansi.
Pada akhirnya, siapapun
pemerintahan yang terpilih semoga mampu membumikan lebih inten semangat ” ruh”
budaya ilmiah dikalangan mahasiswa. Semoga tulisan ini bermanfaat. Selamat
berjuang insan pembawa perubahan! Salam Mahasiswa!!!
Lanjutkan bro
BalasHapus