Selasa, 28 Oktober 2014

Renungan Jiwa

Renungan
Apa yang kalian pikirkan saat orang lain bahagia?
Apakah kalian akan cemburu , ikut bahagia , atau kesal?
Apakah saat ini kalian termasuk orang yang pintar atau mengerti?

Memang karakter manusia berbeda-beda namun pada hakikatnya semua sama . punya 1 nyawa , 1 jasad , sepasang mata , kaki , tangan . dan jasmani lain nya . Dan pada dasarnya semua manusia akan lahir dan mati sekali tidak ada reinkarnasi . karena 1 jasad hanya 1 nyawa.

Kita harus bersyukur dengan apa yang kita miliki, harus bangga dan menjaga apa yang kita punya. Karena bernafas itu gratis dan kalian masih  memiliki tubuh yang sempurna janganlah saling iri hati dengan apa yang dimiliki orang lain. Masing-masing manusia itu unik karena tidak akan sama satu dengan yang lain nya. Setipis apapun itu tetap memiliki perbedaan entah dari karakter maupun bentuk tubuh. Berdoalah dan jaga selalu apa yang telah kalian miliki , tidak ada alasan untuk membenci sesama makhluk ciptaan tuhan.

Tidak ada alasan kalian untuk menentang tuhan, dan tidak ada alasan kalian untuk membenci diri sendiri, Karena tiap manusia memiliki jalan nya masing-masing. Baik atau jahat, miskin atau kaya, pintar atau bodoh. Semua tergantung dari bagaimana kita memandang.

Orang yang  pintar belum tentu mengerti apa yang tidak dimengerti oleh orang bodoh, begitupula orang kaya, belum tentu mengerti bagaimana sulitnya bertahan hidup dalam keterbatasan. Janganlah kita merasa bahwa orang kaya, orang pintar akan selalu mulia di mata tuhan, Tapi berbanggalah kalian yang memiliki jiwa ikhlas dan selalu bersyukur. Hidup di dunia tidak perlu bergelimang materi, tapi kehidupan dunia seharusnya penuh dengan sedekah, doa dan usaha-usaha untuk menjadi orang yang beruntung di dunia dan akhirat.

Untuk apa kita kaya? untuk apa kita pintar? jika hanya bisa menyusahkan orang-orang disekitar, Pintar itu relatif tapi cerdas hanya milik sebagian orang. Ya !! cerdas adalah pola pikir seseorang yang mampu melakukan sesuatu dalam keterbatasan, mampu memahami keadaan dan mampu memberikan solusi, Tidak perlu menjadi orang yang pintar dalam pelajaran yang hanya ingin dipuji dosen ataupun teman. Tapi jadilah orang yang memuji dan menghargai dosen dan temam bahkan lawan sekalipun. Dengan itulah kita dapat menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat . Serta berserah dirilah kepada Tuhan YME . Sesungguhnya tuhan tidak pernah jauh dari kita. Tuhan selalu ada di hati nurani di setiap makhluk ciptaan nya.

Salam Hangatku Sahabat/i :)
Oleh: Nur Arqom Eka Fatria

KR. AL-KINDY III 2012-2013

Paradigma Masyarakat Papua Menjadi Gerakan Sparatis

Paradigma Masyarakat Papua Menjadi Gerakan Sparatis

Konflik Jakarta-Papua yang sudah berlangsung selama 47 tahun (terhitung sejak 1963) menumbuhkan dan memapankan paradigma separatisme. Paradigma ini telah menjadi kerangka dan landasan berpikir bagi kedua belah pihak. Pada posisi yang ekstrim, segala kejadian yang terjadi di Papua dipahami dan ditanggapi dalam kerangka berpikir konflik separatisme.

Pihak Pemerintah Pusat (baca: Kemenko Polhukkam, Depdagri, dan BIN) Jakarta menempatkan tujuan pemberantasan separatisme demi mempertahankan integritas NKRI di atas semua kebijakan politik dan ekonomi lainnya. Kekerasan negara pada masa Orde Baru dianggap benar secara politik karena dianggap sebagai upaya memberantas separatisme. Ekses dari kekerasan negara yang dianggap melanggar HAM dianggap tidak lebih penting dari pemberantasan separatisme.
Pada masa Reformasi dan Otsus di Papua, praktik represi dan kekerasan negara juga masih mengatasnamakan pemberantasan separatisme. Pembunuhan Theys Eluay pada November 2001 jelas-jelas diakui di pengadilan bahwa pembunuhan itu dilakukan demi mencegah menguatnya gerakan pro-kemerdekaan Papua. Hal itu berlanjut terus pada kasus Abepura (2000), Wasior (2001), Wamena (2003), dan yang terakhir pembunuhan Kelly Kwalik.
Atas nama pemberantasan separatisme pula, pelanggaran UU “ditoleransi”. Misalnya, Inpres 1/2003 yang membagi Papua menjadi tiga provinsi nyata-nyata melanggar Pasal 76 UU 21/2001. Sebesar apa pun protes masyarakat dan kritik publik terhadap kebijakan tersebut, kebijakan tersebut dipertahankan habis-habisan oleh Depdagri dengan backup dari BIN dan Kemenko Polhukkam. Di kalangan internal mereka, alasannya jelas dan tidak pernah dibantah. Inpres Pemekaran 1/2003 adalah untuk mencegah kesatuan dan persatuan orang Papua pro-merdeka di Jayapura.
Dengan alasan membendung pengaruh asing dalam gerakan separatisme pula Papua diperlakukan sebagai daerah tertutup bagi peneliti dan wartawan asing. Fakta yang baik dan buruk menjadi kabur di Papua. Batas antara berita faktual dan rumor hasil imajinasi pelaku politik menjadi kabur. Berita resmi di surat kabar seringkali dikalahkan oleh rumor yang berkembang di kalangan masyarakat melalui sms atau bisik-bisik. Alhasil, dengan kecanggihan teknologi komunikasi telpon dan internet, representasi dan citra Papua keluar menjadi sulit diverifikasi. Kecurigaan tumbuh dengan sangat subur. Kasus-kasus kekerasan dari pihak negara atau dari pihak kelompok gerakan Papua tidak pernah terungkap tuntas.
Perangkat dan institusi penegakan hukum pun mengalami distorsi. Dalam banyak kasus politik Papua asumsi polisi, jaksa dan hakim didominasi oleh paradigma separatisme. Aksi politik mahasiswa dengan mudah dimasukkan dalam kotak separatisme. Sebelum peradilan dimulai, sikap penegak hukum sudah jelas menunjukkan apriori mereka terhadap tersangka atau terdakwa kasus politik. Contoh praktik peradilan aktivis mahasiswa Buchtar Tabuni dan kawan-kawan (2009) yang diadili dengan menggunakan pasal subversi menunjukkan hal itu. Kalau di luar Papua pasal-pasal yang dikenakan mungkin lebih ringan. Karena paradigma itu instrumen penegakan hukum juga cenderung disubordinasi dan dimanipulasi menjadi alat untuk membatasi dan membungkam ekspresi politik warga negara.
Kewaspadaan yang eksesif dan stigma separatis yang dihasilkannya digunakan lebih jauh sebagai alat kontrol dan marjinalisasi kalangan oposisi Papua. Yang paling memprihatinkan dari semuanya, paradigma separatisme digunakan sebagai topeng bagi berbagai kegagalan negara dalam menjalankan kewajibannya, yakni pelayanan publik dan penciptaan rasa aman, terhadap warga negara Indonesia di Papua. Produk yang dominan dari paradigma separatisme adalah pelanggengan impunitas dan ketidakadilan.
“Penyakit” paradigma separatisme juga menjangkiti pemimpin dan masyarakat Papua, kebanyakan pemimpin dan elit masyarakat Papua yang pro-kemerdekaan Papua. Mereka hampir selalu menggiring pemahaman semua proses politik ke arah wacana tuntutan kemerdekaan Papua. Pemerintah dianggap secara sengaja dan terencana menyingkirkan atau memusnahkan orang asli Papua karena mereka separatis.
Pihak Papua, terutama kalangan TPN/OPM dan kalangan masyarakat dan elit Papua, baik yang pernah menjadi korban langsung kekerasan negara maupun yang terkait secara kekerabatan maupun historis dengan korban, merasa telah menjadi korban kekerasan negara baik secara simbolis maupun struktural. Akibatnya tumbuh budaya teror, yakni segala hal yang buruk, bencana penyakit, dan peristiwa kekerasan hampir selalu diyakini sebagai desain pihak lain (kebanyakan Jakarta) untuk membunuh, menyingkirkan, dan memusnahkan orang asli Papua. Produk dari budaya teror ini adalah ketidakpercayaan yang mendalam terhadap pemerintah pada umumnya.
Ketika jumlah penderita HIV/AIDS di kalangan orang asli Papua meningkat pesat, banyak wacana mengatakan bahwa penyakit itu sengaja dibawa oleh aparat Polri atau TNI melalui pekerja seks yang didatangkan dari luar Papua. Virus HIV/AIDS dilihat sebagai alat untuk membunuh orang asli Papua secara perlahan agar pada akhirnya musnah dari muka bumi ini. Tidak ada pertanyaan kritis yang mencoba memahami kompleksitas pola hubungan seks di kalangan orang asli Papua, transaksi seks bebas antara Papua dengan pendatang, kebiasaan seks tanpa kondom, hingga kebijakan pemerintah dalam penanggulangan penyebaran virus HIV/AIDS.
Kebanyakan orang menjadi tidak berminat untuk melihat fakta secara jeli dan kritis tapi hanya ingin membenarkan prasangkanya. Budaya teror ini mewujud dalam ketakutan dan kebencian terhadap aparat keamanan negara secara berlebihan. Segala hal yang dianggap datang dari Jakarta cenderung dicurigai secara berlebihan. Dari sini tumbuh pula mentalitas korban. Banyak warga Papua kehilangan kemampuan memahami persoalannya sendiri secara kritis, kehilangan kepercayaan diri, dan cenderung berharap bantuan pihak lain (dari luar Indonesia) dalam menyelesaikan masalahnya sendiri.
Segala hal yang berbau internasional dilihat sebagai pengharapan baru tertinggi. Dalam proses pelaksanaan konsultasi publik akhir-akhir ini serta berbagai lokakarya, kita banyak mendengar tuntutan warga Papua untuk diadakan dialog internasional, mediator internasional, masuknya pasukan perdamaian PBB ke Papua, dan sebagainya. Tanpa berpikir lebih jauh, apa yang internasional dianggap lebih baik dan dapat menyelesaikan masalah. Seringkali pemimpin Papua sendiri juga memanipulasi mitos tentang kekuatan internasional untuk tetap mendapatkan dukungan politik dan dana dari masyarakat.

Paradigma separatisme juga membuat orang Papua mengembangkan dan memperkuat mitos bahwa orang asli Papua pasti di dalam hatinya menyimpan aspirasi M dan orang non-Papua (baca: warga Indonesia dari luar Papua) pasti pro-NKRI dan dianggap “musuh”. Perhatikan pernyataan aktivis Papua dalam berbagai diskusi atau seminar. “Saya tidak percaya kamu karena kamu orang Indonesia yang bunuh-bunuh kami.” “Hanya orang Papua yang tahu Papua dan punya hati untuk membangun Papua.” Wacana itu terus hidup meskipun sudah banyak pemimpin Papua yang menindas warga Papua atau sebaliknya orang non-Papua yang berjasa banyak bagi orang Papua.
Paradigma itu pula yang menyuburkan ketakutan dan melihat seluruh sudut bumi ini diawasi dan dikontrol oleh intel atau aparat keamanan Indonesia. Perasaan ini kuat tertanam di kalangan warga atau pemimpin Papua yang merasa dirinya diawasi karena ikut dalam gerakan politik anti-Indonesia. Misalnya seseorang sakit dan tidak mau berobat ke Jakarta karena takut nanti rumah sakitnya disusupi intel dan disuntik racun ke dalam botol infusnya. Atau juga seorang aktivis yang mengalami kecelakaan motor dan mengembangkan rumor bahwa seorang intel mendorongnya masuk ke dalam selokan. Tidak ada pertanyaan kritis muncul di situ dan orang cenderung percaya begitu saja.
Wacana separatis atau kata “merdeka” juga menjadi alat yang dianggap efektif untuk menakut-nakuti pejabat di Jakarta dengan tujuan memenuhi ambisi politik para pejabat Papua. Misalnya, ketika tuntutan pencairan dana tertentu tidak atau belum dicairkan oleh lembaga di Jakarta, intimidasi dengan menggunakan kata “merdeka” mulai bermunculan. Contoh lain yang nyata adalah salah satu alasan dimenangkannya judicial review di Mahkamah Konstitusi menyangkut 11 anggota DPRP tambahan, yakni bahwa di dalam komposisi keanggotaan DPRP yang sekarang kelompok pro-NKRI tidak terwakili. Di balik itu, sederhana saja, para pengusul dari Barisan Merah Putih, mau mengambil jatah dari 11 kursi kalau berhasil.
Paradigma separatisme juga digunakan sebagai alat untuk berlindung dari jeratan hukum oleh pejabat Papua yang korup. Beberapa pejabat korup yang mulai disidik atau bahkan sudah disidangkan, mulai membuat pernyataan-pernyataan gaya “nasionalis-Indonesia” dengan banyak menyebut kata NKRI, mengecam kelompok pro-merdeka, atau mengungkit kembali jasa-jasanya “membela” NKRI.
Keseluruhan situasi terpapar di atas menjadi salah satu sebab penting kelumpuhan dan kebuntuan politik. Pihak Jakarta cenderung mencurigai dan menolak sebagian besar inisiatif penyelesaian masalah yang datang dari Papua dengan rumusan “NKRI harga mati”. Sebaliknya pihak Papua merasa terus menerus diperlakukan tidak adil dan diakhianati oleh Jakarta sehingga juga berkeras dengan rumusan reaksioner bahwa “Merdeka adalah juga harga mati”.
Kecurigaan di antara keduanya disuburkan oleh berbagai kebijakan dari Jakarta yang represif dan tidak ramah Papua. Sebagai reaksi, berbagai aksi dan pernyataan politik dari Papua semakin memperkuat paradigma separatisme tersebut di atas.

Pada akhirnya pada satu sisi paradigma separatisme menghasilkan kebijakan dan perilaku aparat pemerintah yang justru bertentangan dengan tujuan pemberantasan separatisme itu sendiri. Pada sisi lain, hal ini memperkuat keinginan, minimal menguatkan wacana separatisme, orang asli Papua untuk memisahkan diri.

MENJADI SEBUAH BANGSA YANG BESAR

MENJADI SEBUAH BANGSA YANG BESAR
Oleh: Nur Arqom Eka Fatria

Bangsa ini adalah sebuah bangsa besar, namun sayangnya namanya belum  sebesar  yang  diharapkan.  Masih  banyak  kekurangan  di berbagai tempat. Bahkan jati diri bangsa pun mulai hilang. Padahal bangsa-bangsa  besar  yang  ada  saat  ini  tumbuh  dengan  jati  dirinya.
Orang bilang  Amerika dan  Eropa  adalah  bangsa  yang  besar.  Bangsa yang  giat  bekerja  keras  membangun  bangsanya.  Apa  yang menyebabkan  mereka  bisa  menjadi  bangsa  yang  besar?  Pikirku kebesaran  mereka  adalah  karena  kesendirian  masyarakatnya.
Masyarakat yang individualis dan kurang dekat dengan orang lain.  Sehingga  mereka  harus  bekerja  keras  agar  bisa  mandiri  dan menciptakan keamanan bagi diri mereka sendiri. Mereka bekerja untuk  membuktikan  bahwa  diri  mereka  mampu.  Mereka  bekerja untuk  membuktikan  kepada  orang  lain  bahwa  mereka  mampu  dan hebat.  Seperti  itulah  mereka.
Begitu  pula  Jepang,  mereka  bangsa  yang  besar.  Mereka  mampu bangkit  dan  berkembang  dengan  pesat.  Apa  yang  menyebabkan mereka  menjadi  bangsa  yang  besar?  Pikirku  kehormatan  adalah semangat  utama  mereka. Jepang  dengan  power  distance  yang  tinggi  dan  pengaruh  atasan yang  kuat  mampu  memanfaatkan  kondisi  tersebut  untuk membangun  bangsa  mereka.  Rakyat  mereka  mengabdi  penuh kepada  atasan  mereka.  Kerja  keras  mereka  adalah  demi  harga dirimereka  di  masyarakat.  Kehormatan  dan  semangat  mengabdi menjadi  kunci  utama  kesuksesan  mereka.
Bagaimana dengan China? Mereka juga bangsa yang besar dengan jumlah  penduduknya.  Kini mereka mulai merangsek menjadi negara super  power.  Apa  yang  membuat  mereka  menjadi  bangsa  yang besar?  Pikirku  adalah  disiplin  dan  kerja  keras. Disiplin  dan  kerja  keras  yang  ditanamkan  sejak  mereka  kecil.  Bukan untuk sebuah  pengabdian ataupun pembuktian diri, tetapi  karena kebiasaan yang telah tertanam sejak kecil. Semangat kerja keras dan  berbisnis  yang  mulai  ditanamkan  dari  lingkungan  keluarga. Kepatuhan  dan  hukum  yang  keras  sebagai  bentuk  disiplin  agar bangsa  yang  besar  tersebut  tetap  terarah.  Disiplin  yang ditanamkan  dengan  kuat,  itulah  kunci  kesuksesan  mereka.
Lalu apa yang harus kita tanamkan pada bangsa kita? Kita pernah mencoba  menanamkan  disiplin  dan  aturan  yang  ketat  seperti  China. Namun  seiring  berjalannya  waktu  gerakan  anti  penguasa  makin menguat.  Disiplin  dalam  keluarga  dianggap  sebagai  bentuk kekerasan  yang  melanggar  hak  anak.
Kita  memiliki  power  distance  yang  tinggi  seperti  Jepang,  namun dalam  masyarakat  kita  yang  tertinggi  bukanlah  pemimpin  melainkan ketua  atau  orang  yang  dituakan.  Orang  yang  dimintai  kebijaksanaan untuk  masyarakat,  bukan  orang  yang  mengatur  dan  menyuruh rakyatnya.  Orang  yang  menjadi  penengah  dan  bukan  pucuk pimpinanKita  mencoba  menanamkan  kemandirian  dan  kesendirian seperti  Amerika  dan  Eropa.  Namun  ini  bertentangan  dengan budaya kolektivisme yang telah lama  tertanam jauh  sebelum kita mengenal  Amerika.  Alih-alih  kerja  keras  yang  kita  tiru  malahan budaya  konsumerisme  mereka  yang  kita  tiru. 
Gejolak  sosial  pun  kiat menguat seiring  perubahan  yang  terjadi  dari  kolektivisme  menjadi individualisme.  Bukan  membangun,  justru  turut  memperkeruh keadaan.Mari kita  renungkan  kembali  jati  diri  bangsa  ini. Kita punya  budaya kita sendiri, kita punya cara hidup kita sendiri, kita punya potensi kita  sendiri,  mengapa  harus  menggunakan  cara  orang  lain?  Kita  cari jati diri kita dan kita manfaatkan potensi yang ada agar kita bisa menjadi  bangsa  yang  besar.
                                                                Jayapura, 21 Januari 2013


Selasa, 14 Oktober 2014

PESTA DEMOKRASI TELAH TIBA

Selasa, 14 Oktober 2014
PESTA DEMOKRASI TELAH TIBA

Penulis : Nur Arqom Eka Fatria             

Politik kampus layaknya miniatur politik negara menunjukkkan eksistensi mahasiswa sebagai calon cendekiawan, pahlawan, dan negarawan. 
   

Sekilas ada pemandangan yang tampak berbeda dari biasanya ketika memasuki lingkungan kampus STAIN KEDIRI. Kondisi lingkungan STAIN KEDIRI dihari-hari biasa yang sepi dari hiruk-pikuk  mahasiswa berseliweran meneriakkan yel-yel atau visi misi  disebuah acara bertemakan ”Pemilu Raya”. Ya itulah pemandangan yang kini sedang menjadi topik hangat mengenai maraknya Pemilu di STAIN KEDIRI yang memilih Ketua DEMA dan Jurusan-Prodi-. Dinding-dinding dihias dengan sejumlah Pamflet-pamflet disana sini yang terpampang foto calon ketua dan wakil ketua DEMA dan Jurusan-Prodi disertai ”obral” visi misi dan janji-janji para kandidat. Spanduk pun tak mau kalah ramainya mewarnai gairah gelaran pesta pemilu raya ala politik kampus.
Politik kampus dalam penyelenggaraan Pemilu Raya  para kandidat berlomba-lomba bersaing memperebutkan kursi jabatan sebagai ketua DEMA layaknya miniatur politik negara yang memilih presiden dan wapres. Namun, tentu ada perbedaan yang mendasar antara politik kampus dengan politik negara. Perbedaannya terletak pada tataran praktis kepentingan politik dalam persaingan memperebutkan sebuah jabatan. Dalam politik negara, praktik money politic kerap kali mewarnai persaingan memperebutkan kursi kekuasaan. Bahkan suap menyuap pun dilakoninya demi kepuasan individualis. Sedangkan dalam politik kampus,  praktik  tersebut jarang sekali ditemui. Jangankan untuk menyuap orang lain, untuk makan sehari-hari saja di kantin rasanya masih sulit dan bahkan terkadang masih berhutang dengan teman. Maklum mahasiswa!. Mahasiswa memang bukanlah orang yang mempunyai kekayaan melimpah.
Pemilu raya ala politik kampus yang memilih ketua DEMA dan Jurusan-Prodi, tampak begitu semarak yang diselenggarakan oleh KPR badan legislatif mahasiswa. Pemandangan tampak berbeda ketika memasuki lingkungan Kampus yang ada di STAIN KEDIRI ini tergambar bagaimana ramainya para panitia penyelenggara KPR serta nampak beberapa pemandangan bendera dari masing-masing Partai.
Kerapkali para kader-kader Partai (PDM dan PAKEM) menyuruh teman-temannya untuk segera merapat dalam suasana Kampanye terbuka. Padahal calon-calon para kandidatnya pun belum banyak diketahui oleh semua mahasiswa keseluruhan terutama mahasiswa Baru. Bagaimana mahasiswa mau memilih toh mereka tidak tahu siapa saja calon-calonnya. Bagaimana mereka mau memilih kalau mereka saja tidak mengenal  dekat mengenai kemampuan para kandidat. Mungkin bagi mereka yang tidak berkecimpung di dunia organisasi mungkin hanya mengetahui para kandidat melalui spanduk-spanduk dan pamflet-pamflet yang terpampang lebar dijalan–jalan dan Banner yang ada didalam Kampus. Lain halnya dengan mahasiswa-mahasiswa yang berkecimpung di dunia organisasi, mereka inilah yang kemudian banyak menjadi golongan pemilih. Karena mereka mungkin lebih banyak tahu mengenai para kandidat ini.
Inilah yang menjadi sebuah permasalahan kita semua sebagai mahasiswa STAIN KEDIRI khususnya para birokrat organisasi pemerintahan mahasiswa maupun organisasi legislatif mahasiswa. Perlu adanya resolusi permasalahan yang harus diselesaikan bersama mencari perbaikan ke arah yang lebih baik. Agar pemilu raya mendatang lebih hidup lagi dengan calon-calon pemimpin yang agamis dan berintelektual tinggi serta dikenal semua mahasiswa. Karena bagaimana pun juga seorang pemimpin adalah memimpin yang membawa aspirasi teman-teman mahasiswanya serta memperjuangkan suara-suara mahasiswa.
Kita butuh pemimpin yang profesional dalam bekerja, berdedikasi tinggi demi kepentingan sesama serta menampung aspirasi-aspirasi mahasiswa. Membongkar birokrasi kampus yang tertutup dan menuntut tegaknya keadilan serta transparansi.
Pada akhirnya, siapapun pemerintahan yang terpilih semoga mampu membumikan  lebih inten semangat ” ruh” budaya ilmiah dikalangan mahasiswa. Semoga tulisan ini bermanfaat. Selamat berjuang insan pembawa perubahan! Salam Mahasiswa!!!

Rabu, 01 Oktober 2014

Makalah AMMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

AMMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“HADIST”

Dosen Pengampu:
ABDULLAH AFFANDI M.S.I







Disusun oleh:
NUR ARQOM EKA FATRIA
(932210810)


JURUSAN TARBIYAH PRODI TADRIST BAHASA INGGRIS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2012


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah Hadist tentang “AMMAR MA’RUF NAHI MUNKAR” ini saya susun untuk memenuhi tugas individu dari Bapak Abdullah Affandi M.S.I.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan memerlukan banyak perbaikan. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini.
Pada kesempatan ini, dengan tulis ikhlas saya menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua saya, Bapak dosen dan teman-teman yang telah memberikan bantuan dan partisipasinya baik dalam bentuk moril maupun materiil untuk keberhasilan dalam penyusunan makalah ini.
Saya selaku penyusun berharap semoga makalah ini ada guna dan manfaatnya bagi para pembaca. Amin.









                                                                        Kediri, 19 maret  2012


Penyusun            


BAB I                                                                                                               PENDAHULUAN
A. Latar belakang                                                                                                 
Sebagai umat Islam, kita tentu mengetahui dengan baik bahwa Allah SWT telah menetapkan bagaimana berlaku baik yang sesuai dengan syaria’at Islam dan menghindari perbuatan buruk/keji. Ini semua juga tidak terlepas dari Al-qur’an dan Hadist.
Tentunya ini semua sangatlah penting untuk dikaji lebih dalam lagi. Karena ini berhubungan langsung tentang bagaimana berperilaku baik dan buruk. Jika dikaitkan dengan perilaku kita sehari-hari sangatlah erat, karena harga diri seseorang itu bisa dilihat dari akhlaqnya. Namun ini semua tidak bisa di ukur dari segi itu saja, perlu banyak lagi analisis terhadap itu semua. Diharapkan dengan adanya makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

B. Rumusan Masalah
A.    Apa pengertian Ammar Ma’ruf Nahi Munkar ?
B.                 Bagaimana menegakkan Ammar Ma’ruf dan memerangi kemunkaran?
C.     Dasar Ammar ma’ruf nahi munkar ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ammar Ma’ruf Nahi Munkar
Pengertian Ammar ma’ruf nahi munkar yaitu perintah kepada kebaikan, larangang dari kemungkaran. Ada banyak pendapat yang bersumber dari Al-qur’an dan hadist mengenai pengertian ammar ma’ruf nahi munkar :
Abu Hurairah r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang dimaksud): "Anjurkan lah kebaikan itu meskipun kamu belum dapat mengerjakannya dan cegahlah segala yang mungkar meskipun kamu belum menghentikannya."
Ali bin Abi Thalib r.a. berkata: "Seutama-utama amal ialah amar ma'ruf dan nahi mungkar (menganjurkan kebaikan dan mencegah kejahatan), dan membenci orang yag fasiq (melanggar hukum). Maka siapa yang menganjurkan kebaikan bererti memperkuat orang mukmin dan siapa mencegah mungkar bererti menghina orang munafiq.
Said meriwayatkan dari Qatadah berkata: "Ada seorang datang kepada Nabi Muhammad s.a.w. ketika diMekah lalu bertanya: "Benarkah engkau mengaku sebagai utusan Allah s.w.t.?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w. : "Ya" Lalu bertanya: "Amal apakah yang lebih disukai Allah s.w.t?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Menghubungi keluarga." Tanyanya lagi: "Kemudian apakah?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Menganjurkan kebaikan dan mencegah mungkar." Lalu ditanya lagi: "Amal apakah yang sangat dimurkai Allah s.w.t.?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w. " Syirik, mempersekutukan Allah s.w.t." "Kemudian apakah?" tanyanya lagi. Nabi Muhammad s.a.w. menjawab: "Memutuskan hubungan kekeluargaan." "Kemudian apakah?" tanyanya lagi. Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Meninggalkan amar ma'ruf dan nahi mungkar (tidak suka menganjurkan kebaikan dan mencegah mungkar)."[1]
عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
[رواه مسلم]

Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.
(Riwayat Muslim)
متيدتها اذإ لض نم مكرضي ل مكسفنأ مكيلع اونمآ نيذلا اهيأ اي
"Wahai   orang-orang   yang   beriman   perhatikanlah   dirimu,   orang   yang   sesat   tidak   akan membahayakanmu jika kamu mendapat petunjuk." (QS. Al-Maa'idah: 105).[2]
B.     Menegakkan Ammar Ma’ruf Nahi Munkar
Ammar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan karakter seorang yang beriman, dan dalam mengingkari kemungkaran tersebut ada tiga tingkatan:
1. Mengingkari dengan tangan. Tingkatan pertama dan kedua wajib bagi setiap orang yang mampu melakukannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits di atas, dalam hal ini seseorang apabila melihat suatu kemungkaran maka ia wajib mengubahnya dengan tangan jika ia mampu melakukannya, seperti seorang penguasa terhadap bawahannya, kepala keluarga terhadap istri, anak dan keluarganya, dan mengingkari dengan tangan bukan berarti dengan senjata.
2. Mengingkari dengan lisan. Adapun dengan lisan seperti memberikan nasihat yang merupakan hak di antara sesama muslim dan sebagai realisasi dari amar ma'ruf dan nahi mungkar itu sendiri, dengan menggunakan tulisan yang mengajak kepada kebenaran dan membantah syubuhat (kerancuan) dan segala bentuk kebatilan.
3. Mengingkari dengan hati. Adapun tingkatan terakhir (mengingkari dengan hati) artinya adalah membenci kemungkaran-kemungkaran tersebut, ini adalah kewajiban yang tidak gugur atas setiap individu dalam setiapsituasi dan kondisi, oleh karena itu barang siapa yang tidak mengingkari dengan hatinya maka iaakan binasa.
Seorang yang akan menjalankan amar maruf dan nahi mungkar harus melengkapi lima syarat iaitu: 
1.      Berilmu, sebab orang yang bodoh tidak mengerti maruf dan mungkar
2.      Ikhlas kerana Allah s.w.t. dan kerana agama Allah s.w.t.
3.      Kasih sayang kepada yang dinasihati, dengan lunak dan ramah tamah dan jangan menggunakan kekerasan sebab Allah s.w.t. telah berpesan keppada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. supaya berlaku lunak kepada Fir'aun
4.      Sabar dan tenang, sebab Allah s.w.t. berfirman yang berbunyi: "Wa'mur bil ma'rufi wanha anilmunkar wash bir ala maa ashabaka." Yang bermaksud: "Anjurkan kebaikan dan cegahlah yang mungkar dan sabarlah terhadap segala penderitaanmu."
5.      Harus mengerjakan apa-apa yang dianjurkan supaya tidak dicemuh orang atas perbuatannya sendiri sehingga tidak termasuk pada ayat yang berbunyi: "Ata'murunannasa bil-birri watansauna anfusakum." Yang bermaksud: "Apakah kamu menganjurkan kebaikan kepada orang lain tetapi melupakan dirimu sendiri."[3]

C.    Dasar Hukum Ammar Ma’ruf Nahi Munkar
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S At-tahrim 6)

متيدتها اذإ لض نم مكرضي ل مكسفنأ مكيلع اونمآ نيذلا اهيأ اي
"Wahai   orang-orang   yang   beriman   perhatikanlah   dirimu,   orang   yang   sesat   tidak   akan membahayakanmu jika kamu mendapat petunjuk." (QS. Al-Maa'idah: 105).
Said meriwayatkan dari Qatadah berkata: "Ada seorang datang kepada Nabi Muhammad s.a.w. ketika diMekah lalu bertanya: "Benarkah engkau mengaku sebagai utusan Allah s.w.t.?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w. : "Ya" Lalu bertanya: "Amal apakah yang lebih disukai Allah s.w.t?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Menghubungi keluarga." Tanyanya lagi: "Kemudian apakah?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Menganjurkan kebaikan dan mencegah mungkar." Lalu ditanya lagi: "Amal apakah yang sangat dimurkai Allah s.w.t.?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w. " Syirik, mempersekutukan Allah s.w.t." "Kemudian apakah?" tanyanya lagi. Nabi Muhammad s.a.w. menjawab: "Memutuskan hubungan kekeluargaan." "Kemudian apakah?" tanyanya lagi. Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Meninggalkan amar ma'ruf dan nahi mungkar (tidak suka menganjurkan kebaikan dan mencegah mungkar)."[4]
Sufyan Atstsauri berkata: "Jika kau melihat  orang yang pandai quran itu disayangi oleh tetangganya dan dipuji oleh kawan-kawannya, maka ketahuilah bahawa ini suka mengambil hati (yakni tidak tegas amar ma'ruf dan nahi mungkar)."


Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang bermaksud) Tidak terjadi pada suatu kaum seorang yang berbuat durhaka, sedang mereka dapat menghentikannya tetapi mereka tidak mencegahnya melainkan Allah s.w.t. akan meratakan mereka siksaanNya sebelum mati mereka."[5]




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dapat kita simpulkan bahwa agama Islam mewajibkan kita untuk berbuat baik dan melarang berbuat kemungkaran dibumi ini, dengan demikian, jelaslah bahwa mengajak kepada diri sendiri untuk melakukan kebaikan adalah sangat utam , dan merupakan salah satu kunci kesuksesan berdakwah. Apalagi jika ia pun mengajak kepada orang lain dan orang tersebut melakukannya. Perbuatan yang harus di hindari adalah melakukan kejelekan dan merugikan orang lain atau mengajak orang lain melakukan kejelekan tersebut .
Tapi nampaknya rambu-rambu dari ammar ma’ruf nahi munkar ini belum sepenuhnya difahami oleh sebagian orang. Karena itu menjadi tanggung jawab kita menasehati mereka dengan baik. Tentu saja ini harus kita awali dari diri kita masing-masing.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita dan menjauhkannya dari perbuatan tercela dan perbuatan yang tidak terpuji. Amin.




DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Nur IhsanMadinah An-Nabawiyah18/4/ 1426 H. / 26 May 2005 M, (Mahasiswa S3 Universitas Islam Madinah, KSA)





[1] http://adtrack.ministerial5.com
[2] http://haditsarbain.wordpress.com
[3] Muhammad Nur IhsanMadinah An-Nabawiyah18/4/ 1426 H. / 26 May 2005 M, (Mahasiswa S3 Universitas Islam Madinah, KSA)
[4] http://haditsarbain.wordpress.com
[5] http://haditsarbain.wordpress.com